Kamis, 19 Mei 2011

Guru

Sekedar sharing, berbagi cerita, tidak ada maksud menggurui atau menimbulkan opini baru. Sekedar menceritakan sesuatu yang pernah dialami. Jangan merasa tersinggung atau perasaan-perasaan sejenis. Bacanya nggak usah pake dihayati, biasa saja. Udah lewat sich .............
Saya diwisuda dari Diploma II Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FPBS IKIP Bandung Oktober 1991. Adalah merupakan suatu kebanggaan tersendiri terutama bagi saya sendiri dan bagi orang tua serta keluarga besar karena kuliah bisa selesai tepat waktu dan pada saat itu saya mendapat nilai bagus.
Perlu diketahui, keluarga saya adalah keluarga guru. Kakek saya kepala sekolah dasar negeri dengan banyak anak yang semuanya bergelut di bidang pendidikan, jadi guru juga. Bapak saya sendiri pada saat itu sudah menjabat Penilik TK/SD. Karena hal itulah saya menyadari, sangat wajar jika keluarga besar saya menaruh harapan yang tinggi akan kesuksesan saya mendermabaktikan diri di bidang pendidikan.
Pada saat wisuda, alhamdulillah, dihadiri oleh Kakek saya  (H. Abdul Gaffur Sastrawijaya, Alm) yang ingin melihat cucunya sudah resmi selesai kuliah. Sekalian berdarmawisata ke Tangkuban Parahu, nengok rumah Ua di daerah Cigereleng deket PT Telkom By Pass Soekarno Hatta, nengok makam adik beliau di Sirnaraga dll. Bangga juga melihat Kakek sedemikian antusiasnya mengikuti acara demi acara dari wisuda yang dijalani saya sampai tuntas.
Setelah wisuda dan mempunyai ijazah, saya tidak langsung pulang ke kampung halaman. Tapi mencoba melamar pekerjaan di Jakarta. Ngikut Kakak pertama dan tinggal di rumahnya sekitaran daerah Tangerang. Cari kerjaan sebagai pengalaman sambil cari-cari peluang buat kuliah lagi. Pernah dipanggil untuk lowongan di luar negeri, kebetulan ikut ujian penempatan tenaga kerja di salah satu perusahaan pengerah tenaga kerja ke luar negeri. Ke Brunai Darussalam rencananya. Ujiannya Bahasa Inggris teori dan praktek serta psikologi. Lulus sich lulus, tapi tidak disetujui orang tua karena kejauhan. Akhirnya dapet kerjaan juga di sekitaran Blok M. Ga usah disebutin ah tempatnya tapi masih dalam urusan omong-omong dan banyak lemburannya. Sebenarnya kalo ditekunin bisa mhuantap kerjaannya, sampai  sempat hendak dipindahin ke Surabaya segala untuk ngurusin cabangnya nun disana. Tapi nggak boleh lagi karo wong atua karo untuk pergi jauh-jauh. Yo wis nunut wae, cukup di Jakarta saja. Selanjutnya setelah beberapa lama kerja dan mulai bisa menikmati bidang pekerjaan, saya disuruh berhenti dan memulai magang mengajar di SMP Negeri dan di MTs Negeri di Kab Ciamis. Menjadi pengajar bidang studi Bahasa Inggris sesuai dengan kuliah yang telah dijalani. Mulai ngajar pada awal tahun ajaran baru dengan tenaga pengajar baru fresh graduate, semuanya sangat bersemangat. Resep pisan loba balad.
Saya mengajar kelas 2 sebanyak 5 kelas untuk SMP Negeri, dan semua kelas (1,2,3) di MTs Negeri sebanyak 3 kelas. Mengajar mulai dari hari Senin s.d Sabtu, dari pagi sampai sore dan liburnya hanya hari Ahad saja. Jarak yang mesti ditempuh dari rumah ke tempat mengajar lumayan jauh, 10 Km untuk SMP Negeri, 5 Km untuk ke MTs Negeri. Kadang berangkat naik mobil kapal (mobil bak terbuka untuk angkutan barang), alat transportasi utama selain ojek. Pernah beberapa puluh kali jalan kaki (tapi nggak usah heran, saya sich biasa saja karena sejak SMP saya sering jalan kaki untuk sekolah). Naik ojek jarang-jarang karena mahal biayanya. Seringnya sich ngikut bareng Bapak (sekarang sudah almarhum, semoga diterima iman islamnya), diojekin.
Berapa gaji yang diterima? Sama sekali saya tidak mempermasalahkan karena masih rutin dikasih uang jalan dari orangtua. Pokoke setiap gajian dari ngajar selalu habis hanya buat ongkos jalan to selama seminggu. Dana 3 minggunya menjadi tanggungan orang tua. 
Kenapa saya mau mengajar? Ide dasarnya adalah pengabdian, saya baru lulus kuliah, energi dan idealisme masih sangat tinggi. Full mengabdi, ikhlas lillahi ta'ala. Lagian ada juga sich ...... incarannya kan biar dapetin SK PNS, ini tujuan jangka panjangnya .......kan kalau ingin menjadi PNS harus punya surat keterangan telah mengajar selama sekian bulan dan pernyataan dari sekolah bahwa keahlian ybs diperlukan oleh sekolah yang bersangkutan. Suratnya mesti ada tanda tangan kepala sekolah dan kepala kandepdikbud kecamatanterkait keperluan tersebut.
Terus terang saya sangat menikmati dengan berkegiatan menjadi tenaga pengajar di dua sekolah tersebut. Tidak ada keluh kesah kesedihan karena merasa merana bekerja dengan keadaan yang seadanya. Benar-benar putih bersih untuk pengabdian menjadi tenaga pengajar. Berniat mengamalkan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari agar anak didik bisa mengerti dan mau belajar dengan giat. Pokona clik putih clak tumpak ha ha ha ......... Pernah juga selama mengajar sempat menganjurkan anak didik untuk membeli buku cetak pelajaran, tapi tidak memaksa, bagi yang berniat saja dan punya duitnya. Sebenernya yang penting itu si anak didik mau mendengarkan, bersikap pro aktif, dan mau mencatat. Tak perlu buku pegangan murid, kalau pun ada pakai bisa berkelompok. Lah ....... gimana mau maksa, kasihan atuh, ke sekolah aja banyak yang masih pada pake sendal jepit, baju seragam pada lusuh ga disetrika. Memang, apresiasi sangat tinggi patut diberikan kepada mereka yang sangat berminat belajar dengan keadaan seperti itu.
Mata hati baru terbuka dan merasa tersiksa ketika suatu saat sedang mengikuti upacara bendera diperkenalkan oleh Kepala Sekolah bahwa ada guru baru diangkat dengan status PNS 80% asal dari Tasikmalaya. Mengajar mata pelajaran Matematika. Laki-laki seumuran saya, sama dari Diploma II tapi beda jurusan beda perguruan tinggi. Kalo saya lulusan PTN dia lulusan PTS. Mengapa hal ini terjadi? Walaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh ........ Nyolok mata buncelik euy ...... kacida. Saya tanya ke Tata Usaha untuk tau masalahnya. Informasi yang diberikan memang sedikit, tapi sangat mengagetkan saya. Masya Allah, sedih sekali saya benar-benar merasa bahwa saya telah dibohongi. Saya yang notabene lulusan PTN dari jurusan yang termasuk jarang dan diperlukan di sekolah tersebut mengapa belum diberi kesempatan sama sekali mengajukan permohonan menjadi PNS sedangkan Bapak Guru tersebut sejak di kuliahan pada semester 3 saja sudah mulai mengajukan surat permohonan menjadi PNS dan begitu lulus langsung mendapatkan SK PNS. Heraaaaaaaaaan pisan ......... teu make G. Waaaaaaaaah .......... nggak adil nich ........ Bimbang di hati, antara idealisme dan kenyataan. Idealisme tinggi ga dihargai apa artinya? Emang seumur hidup mau makan idealisme? Kalau dah mapan sich, boleh-boleh aja ngajar nggak dibayar juga. Kalo nggak ada kasus semacam itu bisa jadi saya tetep ngajar. Ta jalanin aja dengan nikmat. Emang sich .... masa itu idealisme saya memang masih sangat tinggi. Tapi dengan kenyataan yang saya lihat di depan mata, idealisme menjadi nomor ke sekian puluh.
Yang timbul di hati adalah pemberontakan, ingin bertanya mengapa hal ini terjadi? Koq bisa-bisanya saya disisihkan setelah menyisihkan sekian ribu peserta UMPTN? La kasian dech aye .........
Beribu macam pertanyaan berkecamuk di dada, saya tidak terima perlakuan ini. Beberapa malam saya mengadu kepada Allah SWT, meminta pencerahan, langkah apa yang harus saya ambil untuk perbaikan masalah ini. Saya sudah tersakiti. Tunjukkan jalanMu Yaaaaaa Allahu Rabbi ........
Sedikit kesombongan untuk menggapai harapan dan dengan ijin Allah SWT mengakibatkan saya memutuskan berhenti mengajar. Saya hitung-hitung kemungkinannya yang terbaik ataupun yang terjelek. Lulus SMA dengan Nilai Ebtanas Murni ke II tertinggi se-kewedanaan Kawali, lulus dari IKIP Bandung dengan ketrampilan speaking English not too bad. Pernah mengalami kerja di swasta dengan gaji lumayan dan ada kemungkinan pengembangan. Okelah ....... maju saja langkahkan kaki berirama atau terpaksa berirama, karena tidak ada keadilan, saya protes dengan cara berhenti mengajar. Mau mengadu kemana lagi? This is not the way I do believe.......... euheu euheu ......
Tapi berhentinya itu diusahakan dengan cara elegan, sopan, dan bermartabat. Mundur katingali punduk datang katingali tarang. Ditinggang ngabelentrang  wa wa wa wa ............ Setelah Ujian Akhir Semester, setelah menyelesaikan  segala jenis tugas yang berkaitan dengan Kegiatan Belajar Mengajar. Saya STOP. QUIT QUIT QUIT ...........
Tapi, karena kecewa berat, saya nggak mau ngomong sama semua Guru dan Kepala Sekolah, saya hanya nitip pesan sama beberapa orang yang saya percayai untuk minta dibilangin bahwa semester depan si Rudi sudah tidak mengajar lagi.
Keluarga besar dan orang tua gimana reaksinya?
It's OK, life must go on. Begitu saya berhenti masih banyak yang akan meneruskan perjuangan. Ternyata jadi Guru tidak hanya sekedar pengabdian saja, saya tidak bisa menahan diri ketika dikhianati. Lebih baik saya menyingkir mencari alternatif terbaik buat diri saya sendiri. Good Bye ....... bagi saya ........ kerja tidak mesti hanya menjadi Guru. Masih banyak lapangan kerja lain yang membutuhkan kemampuan kita, tinggal proses adaptasinya saja agar pekerjaan dapat berlangsung mulus dan sesuai ketentuan. Atau kalau mampu bikin lapangan kerja sendiri, wiraswasta.
Jangan pernah berhenti mencari celah rejeki yang halal, Allah SWT akan memberikan jalan terbaik untuk orang yang terus menerus berusaha di jalanNya.
Selanjutnya, setelah berhenti mengajar, apa yang dilakukan?
Next story, when I am still alive, I'll tell you ............
So, don't miss it and pray for my healthy .......
Domo arigato gozaimasu ............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bunga Rampai

Menggapai kata-kata dalam pencapaian makna perjalanan kehidupan nan fana. Semoga manfaat untuk dunia akhirat.



Blog Rudi Santosa


Terima kasih sudah mau mampir. Seandainya mau copy paste, dipersilakan, asal jangan dibumbui dengan ditambahi atau dikurangi, apa adanya saja. Tolong dituliskan alamat blog ini. Apalagi kalo mau ambil fotonya mohon dapat disebutkan dengan lengkap dan benar sumber foto tersebut. Kalo sudah diedit agar disebutkan dengan jelas bahwa tulisannya sudah diedit. Dengan demikian tanggungjawabnya beralih kepada pengedit tulisan saya. Hak cipta hanya milik Allah Subhanahu wa ta'ala.















Supporters