Kabar mengejutkan datang tiba-tiba ketika sedang mengerjakan tugas harian
bunyi bbm tanggal 19/2/2013 jam 08:52 dari Kang Edang “Jng Kmong maot ayna di
bmina Bintaro” .
Sekitar 27 tahun tidak ketemu. Sekalinya ketemu itu adalah pertemuan
terakhir kalinya. Pertemuan saat menghadiri hajatan syukuran sunat anaknya Kang
Edang di Cluster Adena – Tangerang Selatan. Banyak yang berubah drastis dari
Darusman yang biasa dipanggil Emong, Kamong. Yang tidak berubah hanya tindak-tanduknya
masih seperti dulu : sopan sekali, selalu merendah, banyak senyum dan ketawa. Orangnya
masih bersuasana menyenangkan kalau diajak bicara.
Dia bercerita sudah punya 1 istri
dan anak 3 dan beberapa rumah kontrakan untuk menunjang kehidupannya dari
pekerjaan yang dilakoninya di sekitaran Bintaro. Alhamdulillah ... kalau dengar
ceritanya sudah termasuk orang mapan. Saya sempat mengingatkan tentang kondisi
badannya yang sangat gemuk sekali untuk orang seukuran dia, mungkin beratnya
hampir 100 kilo atau bisa juga lebih, mirip almarhum Farid Harja penyanyi top
dari Jawa Barat. Ini yang paling drastis karena sepanjang ingatan saya dari masa
SD sampai dengan SMP badannya masih super ramping banget banget. Emong hanya
tersenyum dan bilang sedang diusahakan diet. Senyum terakhir untuk saya. Di
akhir pertemuan Emong mengajak saya
untuk mampir ke tempat kerja dan rumahnya. Nggak mengiyakan, hanya bilang entar
dech kapan-kapan kalau sempat.
Lama tidak ada berita, begitu ada berita ternyata sudah meninggal,
katanya karena gagal ginjal dan sudah cuci darah. Mungkin komplikasi akibat
dari kegemukan. Jenazahnya dibawa ke kampung untuk dimakamkan di pemakaman umum
dekat rumahnya.
Ingatan melayang kembali ke masa lalu, masa SD yang penuh keceriaan.
Saat itu biasa ikut les di rumah wali kelas - Pa Engkos Kostaman lokasinya di daerah
Jungga. Emong salah satu pesertanya. Les ini dilaksanakan setiap malam di rumah
Pa Engkos. Mulai belajar setelah magrib sampai larut malam. Tentu saja tidak
pulang ke rumah karena sudah malam, serem di perjalanannya, jadi ikut nginep di
rumah Pa Engkos. Bangunnya harus pagi-pagi sebelum solat subuh, pulang ke
rumah, dan berangkat lagi ke sekolah.
Rumah Emong termasuk yang paling jauh lokasinya, berada di perbukitan
Gunung Gadung. Untuk menuju rumah Pa Engkos harus melewati komplek pemakaman
Gunung Gadung, jalanan yang curam dan terjal di sekeliling bukit dan melewati
beberapa perkampungan. Kira-kira lama perjalanan dengan jalan kaki dapat ditempuh
selama 30 menit. Hebat dan salut untuk perjuangannya.
Emong termasuk pemberani, pernah dia datang jam 7 malam sampai di
rumah Pa Engkos. Padahal saat itu sedang hujan deras dan lingkungan sekitar sangat
gelap karena belum ada penerangan listrik. Nggak kebayang bagaimana saat dia
melewati komplek pemakaman, pematang sawah yang licin, dan batu-batu besar di
sungai sendirian. Luar biasa ..............
Kalau di SMP saya beda kelas dengan Emong. Masih sama-sama berangkat
naik mobil bak sampai kelas 3 SMP,
Bagaimanapun orang-orang seperti Emong adalah orang yang penuh
inspirasi dan mempunyai daya juang super tinggi. Semoga almarhum diterima di
sisiNya dan ditempatkan di tempat selayaknya sesuai dengan iman islamnya.
Aamiin ..........
Ini update dari hasil menjelajah di dunia maya 13 5 2013. Ada akun facebook atas nama Darusman, statusnya public. Jadi mungkin nggak ada salahnya kalo saya pajang foto profilnya sbb :
Bener ini fotonya, semoga beliau diterima iman islamnya, dimaafkan segala kesalahannya.
Hiji waktu uing ge baris nyusul Mong ka alam kubur ............. ngan asa can sanggup, betah keneh di alam dunya ........